You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan Bugel
Kalurahan Bugel

Kap. Panjatan, Kab. Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta

Selamat Datang di Website Resmi Kalurahan Bugel, Kapanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo

Sejarah Kalurahan

Admin Kalurahan 05 Maret 2019 Dibaca 35.930 Kali

Sejarah Kalurahan

Menurut cerita turun temurun yang digali dari berbagai bersumber termasuk dari para sesepuh, tokoh adat dan tokoh masyarakat, asal-usul Kalurahan Bugel bermula ketika masa Perang Diponegoro yang berlangsung antara tahun 1825-1830. Cerita turun temurun ini sangat diyakini oleh warga karena didukung dengan kondisi nyata yang ada di Kalurahan Bugel saat ini. 

Pada masa itu, perjuangan melawan penjajah dilakukan dengan strategi perang gerilya. Pangeran Diponegoro berpindah-pindah dan melakukan perlawanan dari berbagai tempat termasuk dari wilayah Kulon Progo bagian selatan. Para pengikut Pangeran Diponegoro yang berpencar di wilayah Kulon Progo bagian selatan itu antara lain adalah Kyai Tro Ijoyo, Kyai Sabuk Janur dan Kyai Daruno. Bersama Pangeran Diponegoro mereka bersembunyi di hutan di pantai selatan yang disebut hutan Ngangrangan. Seiring berjalannya waktu, kerabat dan penduduk yang ikut tinggal di hutan Ngangrangan semakin banyak, sehingga hutan Ngangrangan perlahan berubah menjadi sebuah pedukuhan sehingga untuk memperluas tempat tinggal dilakukanlah penebangan dan pembakaran hutan. 

Menurut cerita, pada saat penduduk Pedukuhan Ngangrangan membuka hutan dengan membakar pepohonan, ditemukanlah sebuah pohon sangat besar yang telah lapuk dimakan usia sehingga tinggal batang bagian bawah saja, tetapi anehnya setelah dibakar berkali-kali pohon itu tetap tidak dapat terbakar. Untuk mengenang kejadian tersebut, para sesepuh mengganti nama Pedukuhan Ngangrangan dengan nama Bugel. Dalam bahasa Jawa “Bugel“ adalah sebutan untuk benda keras yang kebal terhadap senjata dan api. Wilayah di sebelah barat Ngangrangan bernama Pedukuhan Cicikan, yang saat ini adalah Pedukuhan I Bugel.

Penduduk yang semakin bertambah banyak mulai merambah ke arah utara yang kondisi tanahnya lebih subur dan merupakan daerah rawa-rawa, namun tak sedikit kerabat Kyai Tro Ijoyo yang memilih pindah penduduk ke Pedukuhan Trukanan yang sekarang adalah Kalurahan Bojong. Hampir bersamaan, Kyai Daruno dan Kyai Sabuk Janur masing-masing bersama kerabatnya tinggal di sebelah utara hutan Ngangrangan (Pedukuhan Bugel). Wilayah itu masih berupa gundukan/gumuk dan rawa-rawa. Kyai Daruno pada waktu itu menempati wilayah yang disebut Pedukuhan Rawa Babatan, sedangkan Kyai Sabuk Janur bersama kerabatnya menempati wilayah bagian tengah. Wilayah tengah pada waktu itu berupa tempat aliran air dari beberapa sumber menuju ke laut, karena pada waktu itu belum ada sungai.Tempat tesebut oleh Kyai Sabuk janur disebut sebagai Pedukuhan Gelaran, yang saat ini terbagi menjadi Pedukuhan III dan IV Bugel.

Dalam Bahasa Jawa “Gelaran“ berarti alas/tikar sebagai tempat duduk. Nama "Gelaran" diambil dari kondisi tempat yang datar seperti tanah lapang membentang di antara rawa-rawa. Penduduk Pedukuhan Gelaran semakin banyak dan juga dihuni oleh pendatang sehingga sedikit demi sedikit berpindah ke sebelah utara Gelaran yang masih berupa rawa-rawa. Daerah rawa tersebut ditinggikan sehingga dapat digunakan untuk tempat tinggal dan kemudian dikenal dengan nama Pedukuhan Beran. Beran berasal dari kata dalam bahasa Jawa “Bero“ yang berarti tempat tergenangnya air. 

Sebutan-sebutan lain yang sesuai dengan ciri-ciri tempat tersebut,di antaranya :

  1. Beran, sekarang menjadi wilayah Pedukuhan VIII dan IX Kalurahan Bugel.
  2. Beran Gebyakan, pada waktu itu merupakan aliran air dari wilayah utara, sekarang menjadi Pedukuhan VII Kalurahan Bugel.
  3. Beran Klepusari, wilayah yang banyak ditumbuhi pohon Klepu, sekarang menjadi wilayah Pedukuhan VI Kalurahan Bugel.
  4. Beran Pisangan, wilayah yang banyak ditumbuhi pohon pisang, sekarang menjadi wilayah Pedukuhan VI Kalurahan Bugel.
  5. Beran Pancasan, wilayah yang banyak pohon Klepu yang kemudian dipencas/ditebang, sekarang menjadi Pedukuhan V Kalurahan Bugel.
  6. Beran Gumuk Waru, wilayah yang banyak ditumbuhi pohon Waru, sekarang menjadi Pedukuhan X Kalurahan Bugel.

 

Sejarah Pemerintahan Kalurahan Bugel

Pada awalnya Pemerintah Kalurahan Bugel berbentuk Kemantren yang dipimpin oleh seorang Mantri dibantu Bekel dan Demang. Pusat Pemerintahan Kemantren Bugel sekarang menjadi wilayah Pedukuhan II Bugel. Wilayah Kemantren Bugel pada waktu itu cukup luas, selain wilayah persawahan juga mencakup wilayah Bulak Gumuk Waru sampai dengan Bulak Puthat dan sekitarnya. Berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram, pada waktu itu masyarakat Kemantren Bugel diwajibkan menyerahkan upeti kepada Demang, Bekel Mantri yang selanjutnya diserahkan kepaada Raja Mataram.

Beberapa tahun kemudian setelah Belanda berkuasa sistem pemerintahan berubah, Kalurahan Bugel tidak lagi menjadi kemantren, namun menjadi kalurahan, wilayahnya juga dibatasi dan dibagi dengan kalurahan lain, diantaranya Bulak Puthat kemudian menjadi wilayah Kalurahan Kanoman dan Kalurahan Panjatan, sedangkan sebagian wilayah kalurahan yang lain menjadi wilayah Kalurahan Tirtorahayu Kapanewon Galur.

Pada waktu itu kepemilikan lahan pekarangan dan persawahan ditentukan oleh tingkat kepatuhan warga masyarakat dalam membantu Belanda membangun jalan dan sungai sehingga masyarakat menyebut masa pembagian lahan tersebut dengan "jaman golongan"

Sejak berdirinya sampai saat ini, Kalurahan Bugel sampai telah mengalami beberapa pergantian kepemimpinan Lurah atau Kepala Desa antara lain sebagai berikut :

1.  R. Atemo Soebrato 1920  s/d  1950
2.  R.Ng. Harjosuparto. 1950  s/d  1976
3.  R. Rujito Satmoko. 1976  s/d   2003
4.  Edi Priyono. SIP. 2003  s/d   2013
5.  Sunardi    2015  s/d   2021
6.  Sunardi    2021  s/d  sekarang

"Sarujuk. Nambahi wawasan. Maturnuwun 3jnquk
Jaka susanto 13 Agustus 2021
"Mohon dibagi lokasi makam pendiri desa bugel dan di sheare silsilah keturunan nya saat ini sy keturunan orang bugel di desa lain
AGUS SUPRIYANTO 28 Mei 2022
"Mbah Lurah Rujito, putra tiri Mbah Harjosuparto bersama Mbah putri Anjariyah di Gelaran. Putra putri mbah Rujito di Gelaran jadi dukuh, di bugel di bantul dan di kalimantan. Dengan mbah putri Anjariyah , mbah Harjosuparto kagungan putri asmanipun bu Sukarni. Putra-putrinya bu Sukarni di bantul semua dan di jakarta.
Fidel 17 Februari 2024
Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image