You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan Bugel
Kalurahan Bugel

Kap. Panjatan, Kab. Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta

Selamat Datang di Website Resmi Kalurahan Bugel, Kapanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo

Menggali Hikayat Patilasan Ki Daruna Ni Daruni di Gumuk Waru

Administrator 18 September 2025 Dibaca 5 Kali
Menggali Hikayat Patilasan Ki Daruna Ni Daruni di Gumuk Waru

Di sebuah lekuk sejarah yang tak selalu tercatat tinta, tersembunyi sebuah kisah kepahlawanan yang tak kalah heroik dari kisah-kisah besar negeri ini. Di tengah rimbunnya waktu dan senyapnya alam, Padukuhan Gumuk Waru menyimpan pusaka tak kasatmata: sebuah patilasan — tempat berdiamnya kenangan dan pengorbanan, tempat Ki Daruna dan Ni Daruni menorehkan bakti dalam bayang-bayang Perang Jawa.

Kala bumi Jawa berguncang oleh gelegar Perang Diponegoro (1825–1830), saat benturan antara harga diri bangsawan dan kerakusan kolonial mencapai puncaknya, seorang prajurit setia bernama Ki Daruna, bersama sang pendamping Ni Daruni, tak gentar menghadapi badai. Setelah terdesak dari markas Selarong, mereka menyusuri derasnya Sungai Progo, menyeberang menuju barat — ke rawa sunyi bernama Gentan, yang dikenal pula oleh warga sekitar sebagai Rawa Babadhan atau Wono Dhadhi.

Di tempat yang lengang itu, bukan hanya angin yang berkibar. Ki Daruna beserta pasukannya — Ki Setro Joyo, Ki Sabuk Janur, dan Ki Demang Regowirono — membangun barak sembari menyamar lewat pertunjukan seni rakyat: Jathilan. Sebuah topeng perang dalam balutan budaya, bertajuk “Pudhak Turonggo Mudo” dengan barongan Kyai Lengkong. Di balik irama gamelan dan gerak kuda kepang, tersimpan latihan olah kanuragan dan siasat gerilya.

Namun tak selamanya sunyi menjaga rahasia. Pengkhianatan mengalir dari orang dalam. Ki Demang Surowono, yang tergiur janji manis Belanda, menjual jejak pasukan Ki Daruna. Amarah meledak. Surowono ditangkap, diikat pada pohon asem sebagai pelajaran bahwa kesetiaan tak layak diperjualbelikan. Di sanalah, tombak Kyai Landhean — pusaka Ki Daruna — ditancapkan pada sebuah gundukan tanah. Gundukan itu kini dikenal dengan nama Gumuk Landhean, saksi bisu keberanian dan dendam yang membeku.

Meski langkah mereka kemudian menghilang ke belantara Bagelen, jejaknya tak sirna. Patilasan Ki Daruna dan Ni Daruni tetap terjaga, bukan oleh pagar besi, tapi oleh kesetiaan dan cinta para penjaga adat. Dari Kyai Dipo Kerto hingga kini Saman Susilo Wiyono, warisan itu dilestarikan oleh para juru kunci yang merawatnya dengan khidmat.

Setiap tahun, kala bulan Suro datang menyibak tirai langit Jawa, masyarakat Kalurahan Bugel khususnya Padukuhan Gumuk Waru berkumpul dalam hening penuh makna. Upacara adat Daruna-Daruni digelar setiap Selasa Kliwon, atau Jumat Kliwon bila waktu tak bersua. Sebuah penghormatan, bukan sekadar pada tokoh, tapi pada nilai: bahwa keberanian, kesetiaan, dan kebudayaan adalah pusaka sejati bangsa.


Patilasan ini berdiri di Padukuhan Gumuk Waru, Kalurahan Bugel, Kapanewon Panjatan, Kulon Progo. Ia adalah pusaka yang tak berupa benda, melainkan keyakinan. Sebuah pengingat bahwa sejarah bukan sekadar catatan, melainkan nyawa yang terus berdenyut dalam budaya dan doa masyarakat.

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image