
Diceritakan senukil kisah kepahlawanan dari wilayah kalurahan Bugel Kapanewon Panjatan, yakni di Padukuhan Gelaran. Kisah ini dapat menjadi bingkai prasasti abadi untuk generasi mendatang, kisah ini bermula dari secuil kisah sebagai berikut.
Derap langkah kaki dimalam yang gelap di sepanjang lurung-lurung sebuah pedesaan, terlihat pasukan Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Di yogyakarta, tiba-tiba timbul perlawanan dan banyak yang membakar rumahnya sendiri supaya tidak jatuh ke tangan musuh. Hal tersebut sebagai bentuk dukungan rakyat terhadap Pasukan pangeran Diponegoro. Pemimpin Pasukan Pangeran Diponegoro disebut juga para Penderek Pangeran Diponegoro. Salah satunya adalah Kyai Sabuk Janur.
Kisah Kyai Sabuk Janur sebagai penderek Pangeran Diponegoro sarat akan nilai-nilai, pesan moral, dan makna spiritual, yang diwariskan secara turun-temurun oleh tokoh masyarakat setempat secara lisan (gethok tular tinulad tinulodho mring putro wayah sampai sekarang). Salah satu tokoh masyarakat yang menceritakan kisah ini adalah Bapak Tujiran Selaku Dukuh di Padukuhan Gelaran Wetan. Di kisahkan bahwa Kyai Sabuk Janur adalah Penderek Pangeran Diponegoro yang sedang melaksanakan misi perang, Perang Diponegoro dikenal juga sebagai Perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Sifat keberanian dan kepemimpinan beliau sangat berpengaruh di Jawa. Komitmennya terhadap kemerdekaan dan keadilan secara tidak langsung menular kepada para pendereknya.
Pada saat melaksanakan Perang Diponegoro, Kyai Sabuk Janur bersembunyi di suatu tempat yang berupa rawa-rawa. Rawa-rawa tersebut ditumbuhi oleh tanaman lingi, (masyarakat sekarang mengenal tanaman lingi dengan nama Tanaman hias papirus lingi). Dari kejauhan, hijau tanaman lingi yang tumbuh di rawa- rawa terlihat seperti anyaman alas duduk yang lebar. Dari kisah inilah, tempat persembunyian Kyai Sabuk Janur diberi nama Gelaran. Lambat laun tempat ini menjadi pemukiman yang ramai. Kyai Sabuk Janur mengajarkan cara bercocok tanam, berdagang, beternak, dan berperang.
Dikisahkan juga, Kyai Sabuk Janur suka menggenakan sabuk yang terbuat dari Janur. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) janur berarti daun kelapa muda. Kata janur berasal dari serapan bahasa arab yang mempunyai arti cahaya (nur).
Kyai Sabuk Janur adalah seorang pejuang pembela bangsa dan negara yang agamis. Selain mengajarkan cara bercocok tanam, berdagang, beternak, dan berperang, beliau juga berdakwah. Beliau menanamkan ajaran agama islam pada masyarakat setempat untuk beribadah, bersyukur dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketika berdakwah, beliau mengajarkan tentang adab dan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama islam hingga tata cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Setelah beberapa saat menetap di Padukuhan Gelaran, Kyai Sabuk Janur melanjutkan misi perang gerilya, meninggalkan Padukuhan Gelaran yang sudah mulai ramai menjadi pemukiman yang subur. Di tempat persinggahan Kyai Sabuk Janur inilah selanjutnya dikenal dengan Petilasan Kyai Sabuk Janur atau Petilasan Gumuk Boto (tempat tinggi yang bertata dengan batu bata).
Petilasan Kyai Sabuk Janur atau Petilasan Gumuk Boto terletak di Padukuhan Gelaran Wetan Kalurahan Bugel, Kapanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo. Untuk mengenang kisah Kyai Sabuk Janur dan sebagai simbol pelestarian budaya, maka Petilasan Kyai Sabuk Janur dibangun Pendopo yang mengelilingi Petilasan tersebut.

